A. Metodologi Untuk Merancang Pengujian atas
Rincian Saldo
Tahapan dalan melakukan
pengujian atas rincian saldo piutang:
B.
Merancang
Pengujian Atas Rincian Saldo
Berikut pengujian yang dapat
dilakukan atas piutang usaha dikelompokan berdasarkan tujuan audit:
1. Piutang
usaha dalam neraca saldo sama dengan jumlah file induk terkait dan totalnya
telah ditambahkan dengan benar serta sama dengan buku besar umum. (Detail
tie-in)
Hal ini dilakukan dengan menguji informasi yang ada pada aged trial balance sebelum melakukan
pengujian lainnya untuk memverifikasi bahwa populasi yang sedang diuji sesuai
dengan buku besar umum dan file induk piutang usaha. Auditor juga harus
melakukan tracing untuk memverifikasi
nama pelanggan, saldo dan umur piutang telah sesuai.
2. Piutang
usaha yang ada dicatat. (Keberadaan)
Pengujian atas keberadaan dapat
dilakukan dengan mengkonfirmasi saldo pelanggan. Selain itu, dapat pula dilakukan
dengan memeriksa dokumen pendukung untuk
memverifikasi pengiriman barang dan bukti penerimaan kas untuk
menentukan apakah piutang telah tertagih.
3. Piutang
usaha yang ada telah ada dicantumkan. (Kelengkapan).
Pengujian dapat dilakukan dengan
mem-footing neraca saldo piutang
usaha dan merekonsiliasi saldo dengan akun pengendali pada buku besar. Kurang
saji piutang usaha dan penjualan dapat diungkap dengan uji substantif atas
transaksi pengiriman yang telah dilakukan namun belum tercatat dan dengan menggunakan
prosedur analitis.
4. Piutang
usaha sudah akurat. (Keakuratan)
Pengujian keakuratan dapat
dilakukan dengan cara yang sama untuk tujuan keberadaan. Selain itu auditor
dapat melakukan pengujian terhadap debet dan kredit saldo pelanggan menggunakan
dokumen pendukung menyangkut pengiriman dan penerimaan kas.
5. Piutang
usaha telah diklasifikasikan dengan benar. (Klasifikasi)
Pengujian dilakukan dengan me-review aged trial balance untuk piutang
usaha yang material. Selain itu auditor juga harus memverifikasi bahwa piutang
usaha harus diklasifikasikan sebagai akun tidak lancar dipisahkan dari akun
reguler dan saldo kredit piutang usaha yang signifikan diklasifikasikan kembali
sebagai piutang usaha.
6. Pisah
batas piutang usaha sudah benar. (Pisah Batas)
Tujuan pengujian ini adalah
untuk memverifikasi apakah transaksi yang mendekati akhir periode akuntansi
telah dicatat pada periode yang tepat. Hal ini penting karena akan mempengaruhi
laba periode berjalan. Salah saji pisah batas dapat terjadi untuk penjualan,
retur dan pengurangan penjualan dan penerimaan kas. Untuk ketiga hal ini
auditor perlu untuk (1) Memutuskan kriteria pisah batas yang tepat, (2)
Mengevaluasi apakah klien memiliki prosedur yang memadai untuk memastikan
kelayakan pisah batas dan (3) Menguji apakah pisah batas sudah benar.
7. Piutang
usaha dinyatakan pada nilai realisasi. (Nilai Realisasi)
PABU mengharuskan penyajian
piutang usaha disajikan pada jumlah yang akhirnya akan tertagih, yaitu jumlah
piutang usaha dikurangi penyisihan piutang tak tertagih. Auditor dapat
melakukan dengan membuat skedul audit yang menganalisis penyisihan piutang tak
tertagih, mereview pengujian pengendalian atas kebijakan kredit klien,
memeriksa piutang tidak lancar pada aged
trial balance untuk menentuan mana yang belum dibayar sesudah tanggal
neraca dan dibandingkan dengan informasi serupa pada tahun sebelumnya. Pandangan mengenai kolektabilitas
piutang dapat diperoleh dengan memeriksa file kredit, diskusi dengan manajer
kredit dan mereview file koresponden klien.
8. Klien
memiliki hak atas piutang usaha. (Hak)
Hal ini menjadi penting karena
pada beberapa kasus sebagian piutang telah digadaikan sebagai jaminan,
dibebankan kepada orang lain, difaktorkan atau dijual dengan diskon.
C.
Konfirmasi
Piutang Usaha
Konfirmasi piutang usaha
merupakan salah satu metode audit untuk memenuhi tujuan eksistensi, keakuratan
dan pisah batas. Konfirmasi harus dilakukan kecuali terhadap tiga kondisi,
yaitu:
1.
Piutang usaha tidak material.
2.
Auditor mempertimbangkan konfirmasi bukti yang
tidak efektif karena tingkat responsnya kemungkinan tidak akan memadai atau
tidak dapat diandalkan
3.
Gabungan tingkat resiko inheren dan resiko
pengendalian rendah dan bukti substantif lainnya dapat diakumulasi untuk
menyediakan bukti yang mencukupi.
Apabila auditor
tidak melakukan konfirmasi atas piutang usaha, alasannya harus didokumentasikan
dalam file audit.
Terdapat beberapa
jenis konfirmasi, yaitu:
1.
Konfirmasi
Positif, yaitu komunikasi dengan debitur yang meminta pihak penerima untuk
mengkonfirmasi secara langsung apakah saldo yang dinyatakan pada permintaan
konfirmasi terrbut benar atau salah. Pada konfirmasi jenis ini terdapat dua
jenis konfirmasi, yaitu formulir konfirmasi yang kosong dan konfirmasi faktur.
Formulir konfirmasi yang kosong merupakan jenis konfirmasi positif yang tidak
menyatakan jumlah pada konfirmasi tetapi meminta penerimanya untuk mengisi
saldo atau melengkapi informasi lainnya. Sedangkan konfirmasi faktur merupakan
jenis konfirmasi positif dimana setiap faktur akan dikonfirmasi dan bukan saldo
piutang usaha secara keseluruhan. Hasil konfirmasi positif lebih dapat
diandalkan sebagai bukti audit.
2.
Konfirmasi
Negatif, yaitu konfirmasi yang ditujukan pada debitor tetapi hanya akan
meminta respons jika debitor tidak setuju dengan jumlah yang dinyatakan. Standar
audits menyatakan bahwa penggunaan konfirmasi negatif hanya dapat diterima jika
terdapat tiga situasi berikut:
·
Piutang usaha tercipta dari sejumlah besar
akun-akun yang kecil
·
Penilaian resiko pengendalian dan resiko inhern
gabungannya rendah
·
Tidak ada alasan untuk percaya bahwa penerima
konfirmasi tidak mungkin memberikan pertimbangannya.
Konfirmasi negatif sering kali digunakan
apabila auditor menekankan pada keefektifan pengendalian internal, pengujian
substantif dan prosedur analitis sebagai bukti kewajaran piutang usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar