Kamis, 25 April 2013

Audit Piutang Usaha


A.      Metodologi Untuk Merancang Pengujian atas Rincian Saldo  
Tahapan dalan melakukan pengujian atas rincian saldo piutang:

B.      Merancang Pengujian Atas Rincian Saldo
Berikut pengujian yang dapat dilakukan atas piutang usaha dikelompokan berdasarkan tujuan audit:
1.       Piutang usaha dalam neraca saldo sama dengan jumlah file induk terkait dan totalnya telah ditambahkan dengan benar serta sama dengan buku besar umum. (Detail tie-in)
Hal ini dilakukan dengan  menguji informasi yang ada pada aged trial balance sebelum melakukan pengujian lainnya untuk memverifikasi bahwa populasi yang sedang diuji sesuai dengan buku besar umum dan file induk piutang usaha. Auditor juga harus melakukan tracing untuk memverifikasi nama pelanggan, saldo dan umur piutang telah sesuai.

2.       Piutang usaha yang ada dicatat. (Keberadaan)
Pengujian atas keberadaan dapat dilakukan dengan mengkonfirmasi saldo pelanggan. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan memeriksa dokumen pendukung untuk  memverifikasi pengiriman barang dan bukti penerimaan kas untuk menentukan apakah piutang telah tertagih.

3.       Piutang usaha yang ada telah ada dicantumkan. (Kelengkapan).
Pengujian dapat dilakukan dengan mem-footing neraca saldo piutang usaha dan merekonsiliasi saldo dengan akun pengendali pada buku besar. Kurang saji piutang usaha dan penjualan dapat diungkap dengan uji substantif atas transaksi pengiriman yang telah dilakukan namun belum tercatat dan dengan menggunakan prosedur analitis.


4.       Piutang usaha sudah akurat. (Keakuratan)
Pengujian keakuratan dapat dilakukan dengan cara yang sama untuk tujuan keberadaan. Selain itu auditor dapat melakukan pengujian terhadap debet dan kredit saldo pelanggan menggunakan dokumen pendukung menyangkut pengiriman dan penerimaan kas.

5.       Piutang usaha telah diklasifikasikan dengan benar. (Klasifikasi)
Pengujian dilakukan dengan me­-review aged trial balance untuk piutang usaha yang material. Selain itu auditor juga harus memverifikasi bahwa piutang usaha harus diklasifikasikan sebagai akun tidak lancar dipisahkan dari akun reguler dan saldo kredit piutang usaha yang signifikan diklasifikasikan kembali sebagai piutang usaha.

6.       Pisah batas piutang usaha sudah benar. (Pisah Batas)
Tujuan pengujian ini adalah untuk memverifikasi apakah transaksi yang mendekati akhir periode akuntansi telah dicatat pada periode yang tepat. Hal ini penting karena akan mempengaruhi laba periode berjalan. Salah saji pisah batas dapat terjadi untuk penjualan, retur dan pengurangan penjualan dan penerimaan kas. Untuk ketiga hal ini auditor perlu untuk (1) Memutuskan kriteria pisah batas yang tepat, (2) Mengevaluasi apakah klien memiliki prosedur yang memadai untuk memastikan kelayakan pisah batas dan (3) Menguji apakah pisah batas sudah benar.

7.       Piutang usaha dinyatakan pada nilai realisasi. (Nilai Realisasi)
PABU mengharuskan penyajian piutang usaha disajikan pada jumlah yang akhirnya akan tertagih, yaitu jumlah piutang usaha dikurangi penyisihan piutang tak tertagih. Auditor dapat melakukan dengan membuat skedul audit yang menganalisis penyisihan piutang tak tertagih, mereview pengujian pengendalian atas kebijakan kredit klien, memeriksa piutang tidak lancar pada aged trial balance untuk menentuan mana yang belum dibayar sesudah tanggal neraca dan dibandingkan dengan informasi serupa pada tahun  sebelumnya. Pandangan mengenai kolektabilitas piutang dapat diperoleh dengan memeriksa file kredit, diskusi dengan manajer kredit dan mereview file koresponden klien.

8.       Klien memiliki hak atas piutang usaha. (Hak)
Hal ini menjadi penting karena pada beberapa kasus sebagian piutang telah digadaikan sebagai jaminan, dibebankan kepada orang lain, difaktorkan atau dijual dengan diskon.

C.      Konfirmasi Piutang Usaha
Konfirmasi piutang usaha merupakan salah satu metode audit untuk memenuhi tujuan eksistensi, keakuratan dan pisah batas. Konfirmasi harus dilakukan kecuali terhadap tiga kondisi, yaitu:

1.       Piutang usaha tidak material.
2.       Auditor mempertimbangkan konfirmasi bukti yang tidak efektif karena tingkat responsnya kemungkinan tidak akan memadai atau tidak dapat diandalkan
3.       Gabungan tingkat resiko inheren dan resiko pengendalian rendah dan bukti substantif lainnya dapat diakumulasi untuk menyediakan bukti yang mencukupi.

Apabila auditor tidak melakukan konfirmasi atas piutang usaha, alasannya harus didokumentasikan dalam file audit.

Terdapat beberapa jenis konfirmasi, yaitu:
1.       Konfirmasi Positif, yaitu komunikasi dengan debitur yang meminta pihak penerima untuk mengkonfirmasi secara langsung apakah saldo yang dinyatakan pada permintaan konfirmasi terrbut benar atau salah. Pada konfirmasi jenis ini terdapat dua jenis konfirmasi, yaitu formulir konfirmasi yang kosong dan konfirmasi faktur. Formulir konfirmasi yang kosong merupakan jenis konfirmasi positif yang tidak menyatakan jumlah pada konfirmasi tetapi meminta penerimanya untuk mengisi saldo atau melengkapi informasi lainnya. Sedangkan konfirmasi faktur merupakan jenis konfirmasi positif dimana setiap faktur akan dikonfirmasi dan bukan saldo piutang usaha secara keseluruhan. Hasil konfirmasi positif lebih dapat diandalkan sebagai bukti audit.

2.       Konfirmasi Negatif, yaitu konfirmasi yang ditujukan pada debitor tetapi hanya akan meminta respons jika debitor tidak setuju dengan jumlah yang dinyatakan. Standar audits menyatakan bahwa penggunaan konfirmasi negatif hanya dapat diterima jika terdapat tiga situasi berikut:
·         Piutang usaha tercipta dari sejumlah besar akun-akun yang kecil
·         Penilaian resiko pengendalian dan resiko inhern gabungannya rendah
·         Tidak ada alasan untuk percaya bahwa penerima konfirmasi tidak mungkin memberikan pertimbangannya.
Konfirmasi negatif sering kali digunakan apabila auditor menekankan pada keefektifan pengendalian internal, pengujian substantif dan prosedur analitis sebagai bukti kewajaran piutang usaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar