Kamis, 25 April 2013

Audit Belanja Barang dan Jasa


Terdapat lima asersi yang menjadi tujuan pemeriksaan belanja barang dan persediaan. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk pengujian keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, penilaian, hak dan kewajiban serta pengungkapan. Berikut akan dijelaskan satu persatu pengujian yang dilakukan untuk asersi-asersi tersebut.

        I.            Keberadaan dan keterjadian
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meyakini apakah nilai persediaan yang disajikan di dalam laporan keuangan benar-benar ada dan persediaan negara benar-benar dimiliki oleh pemerintah pusat.
Pengendalian intern kunci pada pengujian ini adalah (1) adanya pemisahan fungsi dari pembuat kebijakan, pengelola persediaan, pengadaan, pembayaran kas,dan akuntansi, (2) realisasi pengadaan persediaan telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang, (3) pemeriksaan fisik persediaan secara reguler dan (4) otorisasi penggunaan persediaan.
Risiko yang muncul atas pengujian asersi ini, diantaranya:
§  Persediaan dianggarkan, tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan.
§  Persediaan tidak dianggarkan.
§  Perangkapan fungsi
§  Pemisahan fungsi secara desain tetapi implementasi tidak terjadi
§  Tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang atau pemeriksaan fisik formalitas.
§  persediaan yang dilaporkan tidak ada dokumen kepemilikannya.
§  Persediaan dikuasai pihak lain secara tidak sah.
§  Persediaan tidak dilaporkan.
Pengujian pengendalian intern dapat berupa:
§  Meneliti apakah belanja barang telah dianggarkan dan sesuai dengan kebutuhan.
§  Meneliti pemisahan fungsi realisasi pengadaan persediaan desain maupun implementasinya.
§  Meneliti secara uji petik apakah realisasi belanja barang telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang.
§  Meneliti apakah persediaan tersebut telah diperiksa secara fisik dengan sebenarnya.
§  Meneliti apakah persediaaan yang dilaporkan telah diinventarisasi kepemilikannya.
§  Meneliti apakah semua persediaaan yang dimiliki dikuasai untuk digunakan
Pengujian substantif yang  dapat dilakukan, diantaranya:
§  Meneliti secara uji petik pengadaan persediaan apakah telah dianggarkan dalam dokumen anggaran dan meneliti apakah telah sesuai kebutuhan.
§  Meneliti secara uji petik apakah anggaran dan realisasi belanja barang telah dibukukan dalam LRA dan Neraca.
§  Periksa fisik aset tersebut secara uji petik dan dokumen kepemilikannya dan pastikan bukan penitipan pihak lain.
§  Periksa dokumen dan catatan aset tetap/barang milik negara apakah telah dilaporkan dalam neraca.
§  Meneliti apakah terdapat perselisihan mengenai status aset.
§  Lakukan pemeriksaan fisik atas persediaan akhir yang diuji dan buat berita acara segera setelah pemeriksaan fisik.
§  Meneliti apakah ada persediaan yang sudah usang tetapi masih dicatat dan disimpan oleh auditee
§  Lakukan wawancara untuk mengetahui apakah ada barang-barang persediaan yang merupakan titipan pihak lain

      II.            Kelengkapan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meyakini apakah seluruh transaksi belanja barang telah dicatat dalam LRA baik anggaran maupun realisasinya serta aset tetapnya yang relevan pada neraca dan untuk mengetahui dan meyakini bahwa Investasi telah mencakup semua transaksi pada periode pelaporan.
Risiko yang muncul atas pengujian asersi ini, diantaranya:
§  Belanja barang tidak/kurang dicatat karena tidak ada SP2D
§  Persediaan yang dipeoleh dari belanja barang yang telah direalisasikan tidak dicatat.
§  Adanya dokumen fiktif belanja barang negara.
§  Salah pencatatan (oversated dan undersated).
§  Pemalsuan dokumen transaksi belanja barang.
§  Dokumen pendukung pencatatan kurang lengkap.
§  Pengeluaran kas tidak/kurang dicatat karena tidak ada SP2D
Pengujian pengendalian intern dapat berupa:
§  Meneliti urutan nomor dan tanggal SPM, apakah telah diperoleh SP2D dan dibukukan.
§  Meneliti apakah terdapat SP2D yang belum diperoleh atas SPM yang telah dikeluarkan untuk belanja barang.
§  Meneliti apakah pencatatan belanja barang tersebut seluruhnya telah dicatat sebagai persediaan yang relevan.
§  Meneliti pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang, periksa dokumen, dan otoritas pejabat berwenang.
Pengujian substantif yang  dapat dilakukan, diantaranya:
§  Meneliti urutan nomor dan tanggal SPM, apakah telah diperoleh SP2D dan dibukukan.
§  Meneliti apakah terdapat SP2D yang belum diperoleh atas SPM yang telah dikeluarkan untuk belanja barang.
§  Meneliti apakah pencatatan belanja barang tersebut seluruhnya telah dicatat sebagai persediaan yang relevan.
§  Tetiti pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang, periksa dokumen, dan otoritas pejabat berwenang.
§  Meneliti urutan nomor dan tanggal SPM, apakah telah diperoleh SP2D dan dibukukan.
§  Meneliti apakah terdapat SP2D yang belum diperoleh atas SPM yang telah dikeluarkan untuk belanja barang.
§  Meneliti apakah pencatatan belanja barang tersebut seluruhnya telah dicatat sebagai persediaan yang relevan.
§  Tetiti pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang, periksa dokumen, dan otoritas pejabat berwenang.

    III.            Penilaian
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meyakini apakah Transaksi belanja barang dan persediaan yang relevan telah dicatat sesuai dengan nilai yang semestinya, dan perhitungan yang tepat. Pengendalian intern kunci pada pengujian ini adalah adanya prosedur verifikasi intern atau reviu atas nilai realisasi belanja barang dan persediaan telah dilakukan dan penilaian kembali persediaan pada neraca awal /pertama kali dengan nilai wajar.
Risiko yang muncul atas pengujian asersi ini, diantaranya:
§  Anggaran dan realisasi belanja barang salah dibukukan dan dilaporkan.
§  Persediaan yang diperoleh sebelum neraca awal belum dinilai dengan nilai wajar.
Pengujian pengendalian intern dapat berupa:
§  Meneliti apakah telah dilakukan verifikasi intern atau reviu atas dokumen belanja barang dan meneliti apakah hasilnya telah ditindaklanjuti.
§  Meneliti apakah persediaan yang diperoleh sebelum neraca awal telah dinilai kembali.
Pengujian substantif yang  dapat dilakukan, diantaranya:
§  Meneliti secara uji petik (dokumen anggaran dan realisasi belanja barang apakah telah benar perhitungannya.
§  Meneliti secara uji petik atas dokumentasi persediaan terkait dengan belanja barang apakah telah benar perhitungannya.
§  Meneliti secara uji petik apakah persediaan yang dilaporkan dalam neraca telah dinilai kembali dengan nilai wajar (aset yang diperoleh sebelum neraca awal).

    IV.            Hak dan Kewajiban
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meyakini bahwa belanja barang direalisasikan atas persediaan yang relevan. Pengendalian intern kunci pada pengujian ini adalah pengawasan atau reviu atas belanja barang dan persediaan terkait.
Risiko yang muncul atas pengujian asersi ini, diantaranya:
§  Pengawasan intern atas aset dari belanja lemah.
§  Belanja pemeliharaan yang dapat dikapitalisasi atas aset (tidak menambah nilai aset).
§  Belanja barang direalisasikan tetapi persediaan dimiliki dan atau dikuasai oleh pihak lain secara tidak sah.
Pengujian pengendalian intern dapat dilakukan dengan:
§  Meneliti secara uji petik pengawasan atas persediaan.
§  Meneliti perjanjian penitipan oleh pihak ketiga, dokumen-dokumen pendukung dan nilai barang. Apakah ada penetapan atau proses verifikasi dan otorisasi dalam penetapan nilai persediaan.
Pengujian substantif yang  dapat dilakukan dengan meliti secara uji petik terhadap dokumen belanja barang dan persediaan, apakah terdapat aset yang dikuasai pihak lain.

      V.            Pengungkapan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meyakini anggaran dan realisasi belanja barang serta persediaan telah diungkapkan secara memadai dalam laporan keuangan dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Pengendalian intern kunci pada pengujian ini adalah pada pengawasan intern atau reviu atas klasifikasi akun  dan pengungkapan belanja barang dan persediaan telah memadai dan terdapat kebijakan akuntansi, sistem dan prosedur penyusunan laporan keuangan, serta verifikasi internal.
Risiko yang muncul atas pengujian asersi ini, diantaranya:
§  Pengawasan atau reviu atas klasifikasi dan pengungkapan lemah.
§  Klasifikasi belanja barang dan persediaaan tidak sesuai dengan SAP
§  Pengungkapan barang dan persediaan tidak dan atau kurang memadai.
§  Pengungkapan transaksi kas tidak/kurang memadai.
§  Salah saji (oversated dan understated)
§  Terdapat pencatatan persedian ganda, pencapuradukan persediaan (tidak terklasifkasi)
Pengujian pengendalian intern dapat berupa:
§  Meneliti pengawasan atau reviu atas klasifikasi dan pengungkapan atas persediaan telah dilakukan dan hasilnya memadai.
§  Meneliti apakah pengungkapan belanja barang dan persediaan dalam catatan atas laporan keuangan telah memadai (sesuai SAP).
§  Reviu kebijakan akuntansi terkait dengan penyajian saldo persediaan dan telaah kesesuaiannya dengan standar akuntansi pemerintah.
§  Reviu pelaksanaan penyusunan laporan dan verifikasi internal untuk memastikan bahwa pengungkapan atas penyajian saldo persediaan telah memadai (sesuai SAP)
§  Meneliti apakah persediaan yang diperoleh dicatat dengan menggunakan identifikasi yang memadai.
§  Meneliti apakah terdapat prosedur untuk persediaan yang rusak, kedaluarsa dan hilang dan dapatkan dokumen pencatatan atas kondisi persediaan tersebut.
Pengujian substantif yang  dapat dilakukan, diantaranya:
§  Meneliti klasifikasi akun belanja barang dan persediaan pada laporan keuangan apakah telah sesuai denfgan SAP.
§  Meneliti secara uji petik dokumentasi belanja barang dan persediaan khususnya terhadap kondisi dan status aset apakah telah diungkapkan secara mamadai dalam catatan atas laporan keuangan.
§  Meneliti apakah seluruh penyajian dan pengungkapan saldo persediaan di neraca telah memadai.
§  Dalam pemeriksaan fisik atas persediaan akhir, inventarisir jumlah persediaan yang rusak, kadaluarsa dan hilang.
§  Bandingkan dengan catatan persediaan yang ada

Audit Aktiva Tetap


Aktiva tetap merupakan aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Maka, pengeluaran untuk aktiva tetap dianggap sebagai pengeluaran modal (Capital Expenditure) dan harus dikapitalisir. Aktiva tetap dapat diklasifiksikan menjadi akun-akun: (1) Tanah dan pengembangan tanah, (2) Bangunan dan perbaikan bangunan, (3) Peralatan manufaktur, (4) Perabotan dan perkakas, (5) Mobil dan truk, (6) Pengembangan leasebold, dan (7) Konstruksi dalam proses untuk properti, pabrik dan peralatan.

Catatan akuntansi utama untuk aktiva tetap berupa file induk aktiva tetap. File induk ini meliputi catatan terinci atas setiap bagian peralatan dan jenis properti yang mencantumkan deskripsi aktiva, tanggal akuisisi, biaya awal, penyusutan tahun berjalan, akumulasi penyusutan properti dan properti yang diperoleh dan dibuang selama tahun bersangkutan. Dalam pemverifikasian peralatan manufaktur dibedakan dengan jenis akun klarifikasi akun lainnya. Hal ini disebabkan karena (1) biasanya akuisisi peralatan manufaktur jarang dilakukan pada periode berjalan, (2) jumlah setiap akuisisi sering kali material, dan (3) peralatan mungkin tetap disimpan dan dicatat dalam catatan akuntansi selama beberapa tahun. Karena perbedaan itu, peralatan manufaktur menekankan pada verifikasi akuisisi yang dilakukan pada periode berjalan dan bukan saldo akun yang dibawa dari tahun sebelumnya.

METODOLOGI UNTUK MERANCANG PENGUJIAN ATAS RINCIAN SALDO  
Tahapan dalan melakukan pengujian atas rincian saldo aktiva tetap:

Pengujian aktiva tetap dapat dikategorikan menjadi enam bagian, yaitu:

1.       Melaksanakan prosedur analitis
Sebagian besar prosedur analitis menilai kemungkinan salah saji yang material dalam beban penyusutan dan akumulasi penyusutan sebagaimana disebutkan dibawah ini.

Prosedur Analitis
Salah Saji yang Mungkin
Membandingkan beban penyusutan yang dibagi dengan biaya peralatan manufaktur kotor dengan tahun sebelumnya.
Salah saji beban penyusutan dan akumulasi penyusutan.
Membandingkan akumulasi penyusutan dibagi dengan biaya peralatan manufaktur kotor dengan tahun sebelumnya.
Salah saji akumulasi penyusutan.
Membandingkan beban reparasi dan pemeliharaan bulanan atau tahunan, beban perlengkapan, beban peralatan kecil dan akun serupa dengan tahun sebelumnya.
Membebankan jumlah yang harus dikapitalisasi.
Membandingkan biaya manufaktur kotor yang dibagi dengan beberapa ukuran produksi dengan tahun sebelumnya.
Peralatan yang menganggur atau peralatan yang disingkirkan tetapi belum dihapus.

2.       Memverifikasi akuisisi tahun berjalan
Auditor menggunakan tujuh tujuan audit untuk pengujian atas rincian saldo yaitu pisah batas, detail te-in, hak dan kewajiban serta lebih ditekankan pada eksistesi, kelengkapan, keakuratan, klasifikasi. Verifikasi akuisisi diawali dari skedul menyangkut semua akuisisi yang dicatat dalam buku besar. Skedul ini  didapat dari file induk yang memuat daftar penambahan aktiva, tanggal akuisisi, vendor, deskripsi, umur aktiva, metode penyusutan, biaya perolehan dan notasi barang baru atau bekas. Pengujian umum dalam memverifikasi penambahan aktiva adalah memeriksa faktur vendor, memastikan klien mengikuti persyaratan standar akuntansi, memeriksa pelaksanakan kebijakan kapitalisasi secara konsisten dengan tahun sebelumnya, menguji ketepatan klasifikasi dalam aktiva tetap berikut dengan kapitalisasinya.

3.       Memverifikasi pelepasan atau pembuangan tahun berjalan
Auditor harus melihat adanya metode formal untuk pelepasan atau pembuangan aktiva tetap. Metode formal tersebut seperti otorisasi pelepasan, pengendalian pencatataan atas pelepasan dicatat dengan benar. Tujuan verifikasi ini adalah mengumpulkan bukti yang cukup bahwa semua pelepasan telah dicatat dan pada jumlah yang benar. Prosedur yang sering digunakan diantaranya:
·         Mereview apakah aktiva yang baru diakuisisi menggantikan aktiva yang ada.
·         Menganalisis keuntungan, kerugian dan pendapatan lain yang diterima atas pelepasan aktiva.
·         Mereview modifikasi pabrik dan perubahan lini produk, pajak properti atau cakupan asuransi untuk indikasi penghapusan peralatan.
·         Melakukan tanya jawab dengan manajemen dan personil produksi mengenai kemungkinan pelepasan aktiva.
4.       Memverifikasi saldo akhir tahun aktiva
Pengendalian internal yang perlu diperhatikan pada proses verifikasi saldo akhir tahun aktiva adalah penggunaan file induk untuk setiap aktiva tetap, pengendalian fisik terhadap aktiva yang mudah dipindahkan, penulisan nomor identifikasi pada tiap aktiva, perhitungan periodik atas aktiva tetap, metode formal untuk pelepasan aktiva dan rekonsiliasiny oleh personil akuntansi. Langkah audit yang dapat dilakukan:
·         Memeriksa aktiva yang ada pada file induk sama dengan buku besar (derail tie-in)
·         Melakukan cek fisik atas aktiva tetap (eksistensi)
·         Mengevalusi peralatan telah dicatat pada niai bersih dan diklasifikasikan secara terpisah seabagai peralatan nonoperasi (keakuratan)
·         Menguji penyajian dan pengungkapan yang tepat atas aktiva tetap dalam laporan keuangan memastikan bahwa PABU telah dipatuhi

5.       Memverifikasi beban penyusutan
Tujuan audit dalam veridikasi beban penyusutan ditekankan kepada keakuratan. Fokus pemeriksaan adalah penentuan kepatuhan klien mengikuti kebijakan penyusutan yang konsisten dari periode ke periode serta kebenaran perhitungan yang dilakukan klien. Kebijakan penyusut mempertimbangkan aspek umue manfaat, metode penyusutan, estimasi nilai sisi dan kebijakan penyusutan aktiva dalam tahun akuisisi dan disposisi. Metode yang dilakukan dalam mengaudit penyusutan adalah pengujian prosedur analitis atas kelayakan yang dilakukan dengan mengalikan aktiva tetap yang belum disusutkan dengan tingkat penyusutan tahun tersebut.

6.       Memverifikasi saldo akhir akumulasi penyusutan
Tujuan yang ditekankan dalam verifikasi saldo akhir akumulasi penyusutan adalah:
·         Akumulasi penyusutan yang dinyatakan pada file induk properti sama dengan buku besar umum. Tujuan ini dapat dipenuhi dengan menguji footing akumulasi penyusutan dalam file induk properti dan menelusuri totalnya ke buku besar umum.
·         Akumulasi penyusutan dalam file induk sudah akurat.

Audit Piutang Usaha


A.      Metodologi Untuk Merancang Pengujian atas Rincian Saldo  
Tahapan dalan melakukan pengujian atas rincian saldo piutang:

B.      Merancang Pengujian Atas Rincian Saldo
Berikut pengujian yang dapat dilakukan atas piutang usaha dikelompokan berdasarkan tujuan audit:
1.       Piutang usaha dalam neraca saldo sama dengan jumlah file induk terkait dan totalnya telah ditambahkan dengan benar serta sama dengan buku besar umum. (Detail tie-in)
Hal ini dilakukan dengan  menguji informasi yang ada pada aged trial balance sebelum melakukan pengujian lainnya untuk memverifikasi bahwa populasi yang sedang diuji sesuai dengan buku besar umum dan file induk piutang usaha. Auditor juga harus melakukan tracing untuk memverifikasi nama pelanggan, saldo dan umur piutang telah sesuai.

2.       Piutang usaha yang ada dicatat. (Keberadaan)
Pengujian atas keberadaan dapat dilakukan dengan mengkonfirmasi saldo pelanggan. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan memeriksa dokumen pendukung untuk  memverifikasi pengiriman barang dan bukti penerimaan kas untuk menentukan apakah piutang telah tertagih.

3.       Piutang usaha yang ada telah ada dicantumkan. (Kelengkapan).
Pengujian dapat dilakukan dengan mem-footing neraca saldo piutang usaha dan merekonsiliasi saldo dengan akun pengendali pada buku besar. Kurang saji piutang usaha dan penjualan dapat diungkap dengan uji substantif atas transaksi pengiriman yang telah dilakukan namun belum tercatat dan dengan menggunakan prosedur analitis.


4.       Piutang usaha sudah akurat. (Keakuratan)
Pengujian keakuratan dapat dilakukan dengan cara yang sama untuk tujuan keberadaan. Selain itu auditor dapat melakukan pengujian terhadap debet dan kredit saldo pelanggan menggunakan dokumen pendukung menyangkut pengiriman dan penerimaan kas.

5.       Piutang usaha telah diklasifikasikan dengan benar. (Klasifikasi)
Pengujian dilakukan dengan me­-review aged trial balance untuk piutang usaha yang material. Selain itu auditor juga harus memverifikasi bahwa piutang usaha harus diklasifikasikan sebagai akun tidak lancar dipisahkan dari akun reguler dan saldo kredit piutang usaha yang signifikan diklasifikasikan kembali sebagai piutang usaha.

6.       Pisah batas piutang usaha sudah benar. (Pisah Batas)
Tujuan pengujian ini adalah untuk memverifikasi apakah transaksi yang mendekati akhir periode akuntansi telah dicatat pada periode yang tepat. Hal ini penting karena akan mempengaruhi laba periode berjalan. Salah saji pisah batas dapat terjadi untuk penjualan, retur dan pengurangan penjualan dan penerimaan kas. Untuk ketiga hal ini auditor perlu untuk (1) Memutuskan kriteria pisah batas yang tepat, (2) Mengevaluasi apakah klien memiliki prosedur yang memadai untuk memastikan kelayakan pisah batas dan (3) Menguji apakah pisah batas sudah benar.

7.       Piutang usaha dinyatakan pada nilai realisasi. (Nilai Realisasi)
PABU mengharuskan penyajian piutang usaha disajikan pada jumlah yang akhirnya akan tertagih, yaitu jumlah piutang usaha dikurangi penyisihan piutang tak tertagih. Auditor dapat melakukan dengan membuat skedul audit yang menganalisis penyisihan piutang tak tertagih, mereview pengujian pengendalian atas kebijakan kredit klien, memeriksa piutang tidak lancar pada aged trial balance untuk menentuan mana yang belum dibayar sesudah tanggal neraca dan dibandingkan dengan informasi serupa pada tahun  sebelumnya. Pandangan mengenai kolektabilitas piutang dapat diperoleh dengan memeriksa file kredit, diskusi dengan manajer kredit dan mereview file koresponden klien.

8.       Klien memiliki hak atas piutang usaha. (Hak)
Hal ini menjadi penting karena pada beberapa kasus sebagian piutang telah digadaikan sebagai jaminan, dibebankan kepada orang lain, difaktorkan atau dijual dengan diskon.

C.      Konfirmasi Piutang Usaha
Konfirmasi piutang usaha merupakan salah satu metode audit untuk memenuhi tujuan eksistensi, keakuratan dan pisah batas. Konfirmasi harus dilakukan kecuali terhadap tiga kondisi, yaitu:

1.       Piutang usaha tidak material.
2.       Auditor mempertimbangkan konfirmasi bukti yang tidak efektif karena tingkat responsnya kemungkinan tidak akan memadai atau tidak dapat diandalkan
3.       Gabungan tingkat resiko inheren dan resiko pengendalian rendah dan bukti substantif lainnya dapat diakumulasi untuk menyediakan bukti yang mencukupi.

Apabila auditor tidak melakukan konfirmasi atas piutang usaha, alasannya harus didokumentasikan dalam file audit.

Terdapat beberapa jenis konfirmasi, yaitu:
1.       Konfirmasi Positif, yaitu komunikasi dengan debitur yang meminta pihak penerima untuk mengkonfirmasi secara langsung apakah saldo yang dinyatakan pada permintaan konfirmasi terrbut benar atau salah. Pada konfirmasi jenis ini terdapat dua jenis konfirmasi, yaitu formulir konfirmasi yang kosong dan konfirmasi faktur. Formulir konfirmasi yang kosong merupakan jenis konfirmasi positif yang tidak menyatakan jumlah pada konfirmasi tetapi meminta penerimanya untuk mengisi saldo atau melengkapi informasi lainnya. Sedangkan konfirmasi faktur merupakan jenis konfirmasi positif dimana setiap faktur akan dikonfirmasi dan bukan saldo piutang usaha secara keseluruhan. Hasil konfirmasi positif lebih dapat diandalkan sebagai bukti audit.

2.       Konfirmasi Negatif, yaitu konfirmasi yang ditujukan pada debitor tetapi hanya akan meminta respons jika debitor tidak setuju dengan jumlah yang dinyatakan. Standar audits menyatakan bahwa penggunaan konfirmasi negatif hanya dapat diterima jika terdapat tiga situasi berikut:
·         Piutang usaha tercipta dari sejumlah besar akun-akun yang kecil
·         Penilaian resiko pengendalian dan resiko inhern gabungannya rendah
·         Tidak ada alasan untuk percaya bahwa penerima konfirmasi tidak mungkin memberikan pertimbangannya.
Konfirmasi negatif sering kali digunakan apabila auditor menekankan pada keefektifan pengendalian internal, pengujian substantif dan prosedur analitis sebagai bukti kewajaran piutang usaha.